Program Kartu Pra Kerja diluncurkan saat adanya pandemi virus Corona (COVID-19). Hal itu membuat perubahan fokus dari yang sebelumnya untuk meningkatkan keterampilan sesuai kebutuhan peserta, beralih menjadi konsep bantuan sosial.

Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian, Yulius mengatakan awalnya biaya pelatihan Kartu Pra Kerja dirancang lebih mahal daripada insentif atau uang saku. Bahkan biaya pelatihan bisa sampai Rp 5 juta, sedangkan saat ini biaya pelatihan paling mahal Rp 1 juta.

"Banyak pelatihan-pelatihan yang tadinya dirancang biayanya sebesar Rp 5 juta rata-rata dengan insentif hanya sekitar Rp 650.000. Jadi awalnya fokusnya lebih banyak ke pelatihan," kata Yulius melalui telekonferensi, Kamis (23/4/2020).

Namun, adanya COVID-19 membuat pemerintah menjadikan Kartu Pra Kerja lebih banyak ke bantuan sosial tanpa mau menghilangkan konsep awal dari Kartu Pra Kerja itu sendiri.
"Setelah ada COVID-19 ini segala program kegiatan pemerintah itu harus 

direalokasikan, refocusing kepada pelatihan-pelatihan untuk menghadapi pencegahan COVID-19 ini. (Sekarang) nilai social safety net lebih diperbesar namun pelatihannya itu tetap ada. Di samping mendapatkan social safety net dia juga bisa meningkatkan kualitasnya," ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Pra Kerja, Panji Winanteya Ruky mengatakan tidak menutup kemungkinan jika pandemi berakhir konsep dari Kartu Pra Kerja akan mengalami perubahan.

"Jadi pemerintah akan terus mengevaluasi apakah skema, desain, maupun anggarannya dirubah sesuai amanat Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 4 tahun 2020 tentang refocusing dari skema maupun anggaran menghadapi dampak dari COVID-19," ujarnya.

Pelatihan Ngelas di Bawah Laut
Yulius mengatakan ada beberapa pelatihan yang harus ditunda sampai Corona selesai karena tidak bisa dilakukan secara online, seperti pelatihan mengelas di bawah laut.

"Awalnya pelatihan itu dilakukan bisa online atau offline, bisa keduanya. Namun siapa yang nyangka bahwa ada COVID-19. Banyak pelatihan-pelatihan yang kita masukkan, misalnya mengelas di bawah laut, wah itu kan banyak dari kita yang nggak ngerti. Terus menjadi sopir truk alat-alat berat itu banyak," katanya.

Pelatihan semacam itu yang membutuhkan adanya kontak fisik akan ditunda sampai Corona mereda.

"Ini agak ditunda dulu 4 bulan ini karena nggak mungkin pelatihan seperti ngelas dan lain-lain itu kan harus berkumpul praktek secara offline, nggak bisa hanya melalui YouTube," ujarnya.

Yulius menjelaskan, jika pandemi ini telah selesai, pelatihan yang dilakukan akan diperbanyak secara offline sehingga betul-betul dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Beda Pelatihan Kartu Pra Kerja dengan Konten di YouTube
Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Pra Kerja, Panji Winanteya Ruky membantah jika pelatihan Kartu Pra Kerja sama dengan di YouTube. Menurutnya, pelatihan di program Kartu Pra Kerja telah memiliki standar yang jelas.

"Kalau ada pelatihan serupa meski tidak mungkin sama karena pelatihan-pelatihan itu ada standarnya, ada silabus, tenaga pengajar dan sertifikat. Jadi tidak sekadar menonton seperti di YouTube sebagaimana yang dibilang," kata Panji melalui telekonferensi, Kamis (23/4/2020).

Ia mempersilakan masyarakat memilih jenis pelatihan sesuai dengan kebutuhannya. Saat ini sendiri sudah ada 1.500 pelatihan beragam mulai dari tingkat ringan sampai yang berat.
"Karena pilihan ada di masyarakat dan masyarakat sendiri yang akan menimbang dan menggunakan kebijakan itu. Tugas pemerintah adalah menyediakan pilihan sebesar-besarnya," ujarnya

Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian, Yulius menambahkan jika pemilihan pelatihan telah melalui proses seleksi dari mitra platform.

"Yang kami lihat adalah manfaatnya, jadi itu sudah di-screening oleh lembaga dan platform," ujarnya.

Mungkinkah Dana Kartu Pra Kerja Dialihkan untuk BLT?
Program Kartu Pra Kerja yang berjalan di tengah pandemi virus Corona(COVID-19) menuai polemik. Beberapa pihak menilai anggaran Rp 20 triliun program tersebut lebih baik digunakan untuk bantuan langsung tunai (BLT).

Menanggapi itu, Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Perekonomian, Yulius mengatakan Kartu Pra Kerja sudah dirancang untuk meningkatkan skill peserta, sehingga dananya tidak bisa dirubah untuk bantuan sosial (bansos).

"Ini terkait dengan aturannya dalam Peraturan Presiden mengatakan bahwa harus ada komponen-komponen pelatihan," katanya melalui telekonferensi, Kamis (23/4/2020).

Meski begitu, dengan adanya Corona membuat insentif atau uang saku peserta lebih besar daripada biaya pelatihan. Sehingga Kartu Pra Kerja dirancang menjadi wadah untuk meningkatkan skill sekaligus bantuan akibat dampak dari pandemi ini.

"Saya rasa ini nggak apa-apa juga, tetap komponen pelatihannya ada cuma social safety net-nya diperbesar. Tentunya tetap ada pelatihan kerja karena dengan adanya pelatihan kerja, orang di rumah diharapkan bisa belajar. Lulusan SMA ada, lulusan kuliah ada, sambil menunggu COVID-19 ini akan mendapatkan pelajaran-pelajaran yang levelnya tidak terlalu berat," ucapnya.

Selain itu, Yulius menganggap anggaran Rp 20 triliun untuk Kartu Pra Kerja tidak terlalu besar. Lagi pula menurutnya pemerintah sudah banyak menyiapkan BLT untuk dampak pandemi ini.
\
"Kita punya program safety net Rp 110 triliun dan Kartu Pra Kerja ini hanya 5%-nya. Jadi kalau mau safety net yang bentuknya langsung, BLT, PKH, itu ada tempatnya. Jadi nggak terlalu besar sebetulnya," ucapnya.