TAGMEMIK



Gramatika Tagmemik (tagmemic grammar, tagmemics) Harimurti Kridalaksana, 2008.

            Teori linguistic yang dipelopori oleh Kenneth L. Pike dan diikuti oleh para penyelidik dari organisasi Kristen Protestan yang bernama Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfield dan Sapir, sehingga teori ini bersifat strukturalistis dan antropologis. Pike menyatakan bahwa bahasa dapat dipandang dari perspektif gelombang, perspektif medan, dan perspektif partikel, dan bahwa dalam penelitian bahasa perlu dibedakan satuan etik dari satuan emik; bahasa diperlakukan sebagai struktur yang mempunyai 3 hierarki yang semi-otonom, yakni fonologi, gramatika, dan leksikon; analisis gramatika tidak terbatas pada kalimat, melainkan sampai ke wacana, konsep dasar yang penting ialah tagmem.

            Tagmem (tagmeme) Pike. Konsep dasar dalam teori tagmemik berupa konstituen-konstituen dari konstruksi dan merupakan paduan gatra, kelas, peran, dan keutuhan. (Ini adalah versi 1977; sebelumnya tagmem hanyalah paduan gatra dan kelas.



Aliran Tagmemik

Sejarah Aliran Tagmemik



Nama Tagmemik berasal dari kata tagma yang di dalam bahasa Yunani berarti susunan. Pike menggunakan kata itu sebagai istilah untuk mengacu kepada satuan etik, yaitu satuan lingual yang dilihat oleh pengamat atau peneliti bahasa sebagai orang luar. Istilah etik kemudian diperhadapkan dengan istilah tagmem, yaitu satuan lingual yang bersifat emik yang dikenali sebagai bermakna oleh penutur asli suatu bahasa sebagai orang dalam. Jadi, kata Tagmemik dibentuk dari unsur tagma + emik. Kata emik tampak dalam istilah fonemik, etik dalam istilah fonetik dan tagmem dalam istilah-istilah fonem dan morfem. Istilah tagmem yang mengacu kepada satuan dasar gramatika itu dipakai pertama kali oleh Bloomfield dan Pike sendiri semula menggunakan istilah grameme yang juga mengacu kepada konsep yang sama. Teori Tagmemik merupakan perkembangan lanjutan dari aliran strukturalisme Amerika yang mewarisi pandangan-pandangan ahli antropologi budaya F. Boas, ahli bahasa L.Blommfield dan ahli bahasa dan antropologi budaya E. Sapir. Oleh sebab itu teori ini bersifat strukturalistis dan antropologis. Teori ini berorientasi pada fungsi dan mengarah pada penjelasan mengenai fungsi yang dipikul oleh unsur-unsur bahasa. Orientasi fungsional juga membawa Tagmemik ke arah usaha untuk menempatkan ilmu bahasa di tengah-tengah medan ilmu-ilmu yang mengkaji tingkah laku manusia seperti antropologi dan filsafat. Oleh karena itu, teori Tagmemik memandang bahasa sebagai bagian dari tingkah laku manusia yang meliputi tingkah laku tutur (verbal) dan tingkah laku nontutur (nonverbal).









TOKOH DAN PEMIKIRANNYA



1) Teori Tagmemik Menurut Kenneth L. Pike

Bahasa itu sendiri dapat dipandang sebagai tindakan semacam perilaku. Apabila berbicara kepada seseorang, penutur mungkin ingin mempengaruhi pendengarnya agar bertindak secara berbeda, percaya secara berbeda, atau berhubungan dengannya melalui cara sosial tertentu. Jika bahasa tidak dapat mempengaruhi perilaku, maka bahasa itu tidak mempunyai makna. Oleh karena itu dalam memperlakukan bahasa sebagai perilaku, kita harus menegaskan bahwa elemen bahasa merupakan kombinasi bentuk dan makna. Keduanya tidak dapat dipelajari secara terpisah. Dalam teori Tagmemik ada pernyataan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga perspektif yang digunakan oleh manusia. Di satu pihak ia sering bertindak seolah-olah ia memenggal-menggal rangkaian menjadi potongan-potongan atau segmen atau partikel. Pada saat-saat itu, ia melihat kehidupan terdiri dari benda-benda yang berurutan. Di pihak lain, ia sering merasa benda-benda sepertinya mengalir bersama-sama seperti riak pada air pasang, yang berpadu satu sama lain dalam bentuk hierarki gelombang-gelombang kecil di dalam gelombang-gelombang yang lebih besar lagi. Kedua perspektif ini kemudian dilengkapi oleh perspektif ketiga – konsep medan, artinya aspek-aspek pengalaman yang berpotongan bergabung menjadi gugus ciri simultan yang bersama-sama membentuk pola pengalamannya. Dalam bahasa didapati tiga jenis hierarki yang sebagiannya berdiri sendiri tetapi sekaligus jali-menjalin satu sama lain. Dalam hierarki gramatikal, potongan leksikal yang bermakna membentuk bagian-bagian kata yang masuk ke potongan struktur yang lebih besar, dan yang kemudian masuk ke potongan yang lebih besar lagi. Cara orang melafalkan bisa juga diatur dalam keadaan yang rumit- unsur yang lebih kecil dalam unsur yang semakin besar, dalam keseluruhan hierarki fonologis. Selain hierarki gramatikal dan fonologis ada juga hierarki referensial. Hierarki referensial mencakup konsep-konsep yang dimiliki orang mengenai benda dan kejadian atau mengenai ciri atau situasi yang menghubungkan benda dan kejadian yang mereka amati, bayangkan, dan bicarakan atau pikirkan. Identitas satuan referensial konsep wicara ditetapkan oleh waktu dan situasi tertentu melalui parafrase, yaitu melalui kemampuan mengatakan hal yang sama dengan cara yang berbeda yang dapat disetujui oleh pendengar dan penutur sebagai konsep yang sama untuk tujuan bersama. Tagmem sebagai satuan dalam konteks mempunyai ciri-ciri yang jalin- menjalin : gatra, kelas (-kelas), peran dan kohesi. Masing-masing kelihatan bebas, namun kesemuanya saling bergantung satu sama lain. Keempat komponen ini membantu pertanyaan seperti:



a)      Dimana (dalam gatra apa) bagian konkrit muncul dalam latar struktural terdekat?

b)      Perangkat (kelas) satuan apa yang dapat merupakan bagian dari satuan yang lebih besar, di tempat yang sama dalam satuan itu ?

c)      Mengapa setiap anggota perangkat satuan itu relevan (bermakna) dengan perangkat-perangkat satuan dalam dalam gatra lain pada struktur terdekat yang sedang dibahas ?

d)     Bagaimana kerangka acuan umum, pada tataran ini atau tataran lain dalam hierarki itu, memberi kohesi/perpautan bentuk untuk menghubungkan bagian-bagian itu?



 Gatra mempunyai ciri gelombang dengan hubungan nukleus atau marginal dan merupakan hubungan sintagmatis. Kelas mempunyai ciri partikel dan mempunyai hubungan paradigmatis. Peran mempunyai makna pelaku dan mempunyai hubungan pragmatis, dan kohesi mempunyai ciri medan, struktur sistemis dan merupakan hubungan kerangka.





2) Teori Tagmemik Menurut W.A. Cook, S.J.



Deskripsi bahasa mempunyai tiga persyaratan utama, yaitu bunyi, bentuk, dan susunan bentuk-bentuk dalam kalimat. Model Tagmemik berhubungan dengan bunyi, bentuk, dan susunan dalam hierarki gramatikal, yaitu fonologi, leksikon, dan gramatika. Ketiga hierarki ini merupakan sistem yang semi-otonom tetapi berhubungan satu sama lain. Pada hierarki fonologi, fonem sebagai satuan minimum, silaba, kelompok tekanan dan sebagainya sebagai unit terbesar; pada hierarki leksikal, morfem sebagai satuan minimum dan urutan morfem atau kolokasi sebagai unit yang lebih tinggi; dan pada hierarki gramatikal, tagmem sebagai satuan yang terkecil dan berbagai konstruksi tagmemik sebagai unit yang lebih tinggi. Menurut model Tagmemik, deskripsi bahasa mempunyai tiga komponen, yaitu komponen sintaktik atau gramatika tagmemik, menganalisis susunan bahasa dalam hubungannya dengan satuan-satuan dasar tagmem; komponen leksikal atau leksikon tagmemik, menganalisis bentuk-bentuk bahasa dan maknanya; komponen fonologis, menganalisis satuan-satuan bunyi bahasa dan realisasi alofonnya. Unit-unit deskripsi bahasa dianggap sebagai partikel, yang mengacu pada unit-unit pada ciri-ciri bahasa; gelombang, yang mengacu pada unit-unit dalam manifestasinya; dan medan, yaitu yang mengacu pada unit-unit dalam distribusinya. Tagmem sebagai unit minimal dalam komponen sintaksis merupakan gabungan fungsi dan bentuk. Fungsi atau slot menunjuk pada subjek, predikat, objek, dan agen, yang dalam tatabahasa transformasi disebut hubungan gramatikal. Kelas pengisi atau bentuk menunjuk pada nomina, frase nomina, verba, klausa transitif,dan sebagainya, yang dalam tatabahasa transformasi dikenal dengan kategori gramatikal.



3) Teori Tagmemik Menurut S. Djawanai

Bahasa dipandang sebagai bagian dari tingkah laku tutur (verbal). Tingkah laku itu muncul dalam bentuk penggal-penggal atau satuan-satuan yang dapat dikenali bentuk, ciri, dan distribusinya. Bentuk merujuk pada ujud fisik, ciri pada fitur yang berhubungan dengan makna, dan distribusi pada fungsi dan hubungan antar satuan. Unsur-unsur bahasa dapat dipandang sebagai partikel (satuan yang terpisah), gelombang, dan jaringan atau medan secara serentak. Pemilahan tiga pola pandang unsur bahasa sebagai partikel, gelombang dan medan/ jaringan ini sejajar pula dengan tiga tataran dalam bahasa yang membentuk tiga macam hierarki, yaitu:



1)      tataran leksikal, yang membentuk hierarki leksikal atau referensial untuk menangani pemolaan partikel yang berhubungan dengan ciri satuan pembawa makna;

2)      tataran fonologis, yang membentuk hierarki fonologis untuk menangani pemolaan gelombang yang berhubungan dengan bentuk atau manifestasi fisik; dan

3)      tataran gramatikal, yang membentuk hierarki gramatikal untuk menangani pemolaan jaringan /medan yang berhubungan dengan distribusi, hubungan dan fungsi satuan-satuan.

Pada masing-masing tataran dapat ditemukan dan dikenali satuan-satuan minimal, yaitu satuan morfem pada tataran leksikal atau referensial, satuan fonem pada tataran fonologis, dan satuan tagmem pada tataran gramatikal. Semua satuan harus dilihat selalu dalam konteks bermakna (emik) menurut penutur asli suatu bahasa. Dalam menganalisis satuan dasar sintaksis , yaitu tagmem, ditekankan keutuhan fungsi, bentuk (atau kategori pengisi fungsi), peran (pengisi makna) dan kohesi (keterikatan antara satuan-satuan lingual). Namun, menurut Djawanai konsep peran dan kohesi masih perlu dikembangkan. Oleh karena peran sintaksis masih membingungkan dan juga konsep kohesi belum jelas.





KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ALIRAN LINGUISTIK TAGMEMIK

Kelebihan Aliran Linguistik Tagmemik :

1.      Aliran ini berwawasan eklektik sehingga prinsip-prinsip aliran pratagmemik dihargai dan diperhitungkan sesuai karakteristiknya

2.      Dengan konsep semesta, bahasa apaupun dapat dianalisis dengan teori tagmemik

3.      Level gramatikalnya sangat lengkap dari morfem hingga wacana

4.      Dalam pengajaran bahasa dapat digunakan dua pendekatan, yakni pendekatan komunikatif dan pendekatan kontekstual

5.      Fleksibilitas dalam analisis bahasa

6.      Menempatkan subjek dan predikat pada klausa bukan pada kalimat

7.      Mempertajam daya analisis; tidak sekedar menghafalkan prosedur dan menghafalkan simpulan.



Kekuranga Aliran Linguistik Tagmemik :

1.      Tidak tampak kekhasan karena eklektik

2.      Terjadi ketidakaturan pada hierarki gramatikal dalam kasus bahasa bertipologi aglutinatif

3.      Pada masyarakat konservatif prediket harus kata kerja dan tidak ada istilah nominal belum berterima di semua msyarakat

4.      Analisis menggunakan rumus-rumus rumit



CIRI-CIRI ALIRAN TAGMEMIK

Menurut Soeparno (2008:9-15) karakteristik toeri tagmemik adalah sebagai teori kesemestaan, bersifat eklektik, setiap struktur gramatik tergabung atas tagmem-tagmem, memiliki ciri hierarki refernsial dan fonologikal, memiliki tatanan normal (Normal Mapping) dan tak normal; Level skipping (loncatan tataran), Layering, Back Looping, kalimat tidak memiliki subjek dan predikat, predikat harus berupa kata kerja (frase kerja), tidak ada batas antara morfologi dengan sintaksis, analisis dimulai dari wacana, penggunaan rumus dalam analisis tagmemik.



(1) Teori Kesemestaan

Teori kesemestaan beranggapan bahwa semua bahasa yang ada di dunia ini di samping memiliki ciri khasnya masing- masing juga memiliki ciri atrau karakter yang sama untuk semua bahasa. Atas dasar ini anggapan banyak orang bahwa aliran Tagmemik hanya dapat diterpkan untuk bahasa inggris dan bahasa-bahasa yang setipe dengannya dapat ditepis. Bahkan konsep kesemestaan dalam aliran tagmemik tidak hanya terbatas, dalam arti dapat diterapkan untuk semua bahasa tetapi juga dalam arti dapat diterapkan untuk bidang-bidang kehidupan di luar bahasa. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran Pike (1992:114) bahwa semseta wacana itu mengacu pada kerangka acuan yang umum, sementara, dan agak permanen, baik implicit maupun eksplisit, yang di dalamnya terdapat dialog. Kerangka acuan tersebut dapat mengacu pada topic, gaya, jenis wacana, disiplin, atau harapan umum penutur dan pendengar, mencerminkan komponen kohesi tagmem apa saja dalam hierarki referensial sehubungan dengan kebenaran dan sejarah khusus, mencakup hubungan yang berkaitan dengan ruang, waktu masyarakat atau psikologi pribadi, mencakup sfaktor kohesi fonologis dari kualitas suara yang dikendalikan oleh gaya atau situasi emosional, atau mencakup keutuhan (kohesi) gramatikal yang mengendalikan atau dikendalikan oleh bentuk sastra.











(2) Sifat Eklektik

Aliran Tagmemik bersifat eklektik karena secara substansial aliran ini adalah perpaduan dari aneka macam teori yang dirangkum menjadi satu. Karakteristik aliran linguistik tertentu dipilih dan ditempatkan secara proporsional sesuai dengan peran masing-masing. Karakteristik analisis fungsi pada teori Tradisional ditempatkan pada dimensi slot. Karakteristik analisis unsur langsung atas kategori gramatikal pada aliran Struktural dan analisis surface structure pada aliran Transformasi ditempatkan pada dimensi fillerclass. Karakteristik analisis peran pada Case Grammar ditempatkan pada dimensi role atau peran. Karakteristik hubungan antar unsur pada aliran Relasionalisme ditempatkan pada dimensi kohesi. Beberapa ahli bahasa beranggapan/menilai bahwa pada dasarnya aliran Tagmemik tidak memiliki karakteristik yang khas sebab hanya sekedar merangkum karakteristik teori-teori yang ada sebelumnya. Anggapan tersebut sebenarnya sangat tidak tepat. Memang dalam hal dimensi tagmem demikian adanya, namun pada statement- statementnya tentang hakikat kalimat, klausa predikat, dan hierarki gramatikal, aliran tagmemik memiliki pandangan tersendiri yang berbeda dengan aliran sebelumnya.



(3) Setiap Struktur Gramatik Terbangun atas Tagmem-tagmem

Setiap struktrur gramatikal baik dalam tataran wacana, percakapan, dialog, monolog, paragraf, kalimat, klausa, frase, maupun kata terbangun atas tagmem- tagmem. Tagmem adalah unsur dari suatu kontruksi gramatik yang memiliki empat dimensi, yakni dimensi slot, klas, peran, dan kohesi (Pike dalam Soeparno, 2008:11)



a. Slot

Slot adalah salah satu dimensi tagmem yang merupakan tempat kosong didalam struktur yang harus diisi oleh fungsi tagmem. Di dalam tataran klausa, fungsi tagmem tersebut berupa subjek, predikat, objek, adjung, dan komplemen. Pada tataran yang lain pada umumnya berupa nucleus (inti) dan margin (luar inti).



b. Klas atau Filter Class

Klas adalah salah satu dimensi tagmem yang merupakan wujud nyata dari slot. Wujud nyata dari slot dapat berupa satuan lingual, seperti morfem, kata, frase, klausa, kalimat, alinea, monolog, dialog, ataupun wacana. Adakalanya juga klas dipecah menjadi satuan yang lebih kecil atau spesifik seperti: kata benda, kata kerja, kata sifat, frase benda, frase kerja, frase sifat, klausa transitif, klausa intransitif, klausa ekuatif dan sebagainya.



c. Peran atau Role

Peran adalah salah satu dimensi tagmem yang merupakan pembawa fungsi tagmem. Dalam sebuah klausa , subjek dan predikat adalah slot, pelaku dan penderita adalah peran, serta frase benda dan frase kerja adalah klas.



d. Kohesi

Kohesi adalah salah satu dimensi tagmem yang merupakan pengontrol hubungan antar tagmem. Pengontrol tersebut biasanya berupa bertanda. Berdasarkan penanda itu dapat diketahui tagmem mana yang berhubungan dengan tagmem lain atau mungkin dapat juga terjadi tagmem mana yang kehadirannya tergantung kepada tagmem lain.



(4) Ciri Hierarkhi

Menurut Pike (1992:85) dalam aliran tagmemik terdapat tiga hierarki, yakni:

a.       Hierarki Referensial

Hierarki ini mengatur tata makna yang merentang dari makna lexical package (bungkus leksem), term (istilah), proposition (proposisi), theme development (pengembangan tema), sampai ke sosial interaction (interaksi sosial). Makna bungkus leksem berada pada tataran morfem dan gugus morfem, makna istilah berada pada tataran kata dan frase, makna proposisi berada pada tataran klausa dan kalimat, makna pengembangan tema berada pada tataran paragraf dan monolog, sedangkan makna interaksi social berada pada tataran dialog dan percakapan.

b.      Hierarki Fonologikal

Hierarki ini mengatur tata bunyi dari satuan- satuan bunyi sampai ke suku kata. Yang termasuk dalam hierarki ini tekanan, nada, tempo, intonasi, dan jeda/ kesenyapan. Aliran Amerika memilah hierarki fonoogikal ini menjadi dua kelompok, yakni sifat -emik dan sifat –etik. Kelompok yang sifatnya –emik dikaji dalam anak subdisiplin linguistikyang bernama fonemik, sedangkan yang bersifat etik dikaji dalam anak subdisiplin linguistik yang bernama fonetik.

c.       Hierarki Gramatikal

Ciri khas aliran Tagmemik dalam hal hierarki Gramatikal. Hierarki gramatikal pada aliran Tagmemik merentang dari morfem, kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, monolog, dialog, percakapan, sampai wacana.



(5) Tatanan Normal dan Tak Normal

Hierarki gramatikal dalam aliran Tagmemik pada garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yakni tatanan normal (normal mapping) dan tatanan abnormal (abnormal mapping) yang meliputi level skipping, layering dan back looping.

Tatanan Normal (Normal Mapping)

Tatanan normal adalah suatu urutan jenjang dalam struktu gramatikal yang unsur langsungnya memiliki tataran satu tingkat lebih rendah. Unsur langsung wacana adalah percakapan, unsur langsung percakapan berupa dialog berupa monolog, unsur langsung monolog berupa paragraph/ alinea, unsur langsung paragraph berupa kalimat, unsure langsung kalimat berupa klausa, unsur langsung klausa berupa frase, unsur langsung frase berupa kata, unsur langsung kata adalah morfem.

Tataran di atas kalimat adalah kalimat dengan kalimat membentuk alinea, alinea dengan alinea membentuk monolog, monolog dengan monolog membentuk dialog, dialog dengan dialog membentuk percakapan, percakapan dengan percakapan membentuk wacana. Tataran tertinggi dalam aliran Tagmemik adalah wacana.

Tataran kalimat ke bawah yaitu morfem dengan morfem membentuk kata, kata dengan kata membentuk frase, frase dengan frase membentuk klausa, klausa dengan klausa membentuk kalimat. Beberapa ahli bahasa menyusun definisi satuan- satuan gramatik dari kalimat bawah, yakni Kalimat, Klausa, Frase,Kata, dan Morfem

Tatanan Tak Normal (Abnormal Mapping)

Menurut Soperno (2008:18) tatanan tak normal merupakan tatanan yang tidak mengikuti kaidah atau aturan yang berlaku pada tatanan yang normal. Tatanan tak normal terdiri atas tiga jenis, yakni level skipping (loncatan tataran), layering(pelapisan), dan back looping (hierarki terputar).

a. Level skipping (Loncatan Tataran)

Level skipping adalah suatu tatanan tak normal dalam hierarki gramatikal yng memiliki ciri bahwa unsur langsung suatu struktur gramatik tidak setingkat lebih rendah, tetapi beberapa tingkat lebih rendah.



b.      Layering (Pelapisan)

Layering adalah suatu tatanan tak normal dalam hierarki gramatikal yang memiliki ciri bahwa unsure langsung suatu struktur gramatik tidak satu tingkat lebih rendah, tetapi justru sama levelnya dengan struktur gramatik tersebut.



c.       Back Lopping (Hierarki terputar)

Back lopping adalah suatu tatanan tak normal dalam hierarki gramatikal yang memiliki ciri bahwa unsure suatu struktur gramatikal tidak satu tingkat lebih rendah, tetapi justru lebih tinggi levelnya dari struktur tersebut.



(6) Kalimat Tidak Memiliki Subjek dan Predikat

Pada aliran Tradisional dan beberapa aliran lain selalu menganalisis kalimat atas S-P, S-P-O, atau S-P-O-K. Hanya aliran tagmemiklah yang berani menyatakan dengan tegas bahwa slot S-P-O, maupuN K bukan pada tataran klausa.

Slot subjek, predikat, objek, ataupun komplemen adalah slot yang diperuntukkan bagi suatu struktur gramatik yang hubungan antara tagmem- tagmem partisipannya berupa hubungan string dimana antara unsur yang satu tidak ada yang lebih penting dari yang lain atau membentuk suatu untaian. Itulah sebabnya klausa menduduki untaian yang istimewa di dalam aliran Tagmemik.

Kalimat terdiri atas unsur- unsur yang berupa klausa. Hubungan antar klausa yang satu dengan yang lain tidak berupa hubungan string, tetapi berupa hubungan nucleus (inti) dan margin (luar inti), atau topik (pokok) dan comment (sebutan).

 (7) Predikat Harus Berupa Kata Kerja/Frase Kerja

Menurut teori Tagmemik slot predikat harus diisi oleh klas kata kerja/ frase kata kerja tidak mungkin mengisi slot predikat. Dengan demikian tidak aka nada istilah kalimat nominal.

(8) Tidak Ada Batasan antara Morfologi dengan Sintaksis

Pada aliran Struktural bidang Morfologi dan Sintaksis dipisahkan secara tegas. Urusan kata dan morfem menjadi wilayah morfologi, sedangkan urusan frase, klausa, dan kalimat menjadi wilayah sintaksis. Pemisahan semacam ini ada kalanya dapat diterapkan tanpa ada masalah, tetapi adakalnya juga bermasalah.

(9) Analisis Dimulai dari Wacana

Aliran Struktural memulai analisisnya dari analisis kata (Nida, 1949), sedangkan aliran Transformasi memulai analisisnya dari kalimat (Chomsky, 1957). Aliran Tagmemik juga menganalisis kata dan menganalisi kalimat, tetapi titik awal analisisnya dimulai dari analisis wacana. Semua level gramatik menjadi bidang kajiannya yang merentang dari wacana sampai ke morfem. Tidak ada pemisahan bidang wacana, sintaksis, dan morfologi. Dalam Soeparno (2008:28) dijelaskan bahwa kedudukan klausa pada aliran tagmemik  dianggap sebagai satuan gramatik yang unik, yakni sebagai satuan lingual terkecil yang bermakna proposisi dan merupakan hubungan string (untaian).

(10)   Pembedaan Ciri-Etik dan Ciri-Emik

Aliran Tagmemik mulai menegakkan eksistensi ciri –etik dan ciri-emik di dalam suatu struktur. Pembedaan ciri ini sudah mulai muncul pada aliran Struktural meski belum ditekankan. Ciri –etik adalah suatu ciri yang tidak membedakan, sedang ciri –emik adalah suatu ciri yang bersifat membedakan. Pada aliran Struktural terbatas pada pembedaan Fonetik dan Fonemik saja. Pada aliran Tagmemik penggunaan dan penerapan ciri-ciri tersebut lebih luas lagi sampai pada pembedaan ciri peran dan pembedaan tipe-tipe klausa. Ciri etik dan emik pada tataran berdampak pada klasifikasi tipe klausa, yang secara garis besar dibedakan menjadi dua kategori yakni tipe klausa berdasarkan peran –etik dan tipe klausa berdasarkan peran – emik.



(11)    Menyukai Analisis Bahasa yang Belum Dikenal

Menurut Pike (1982:24) Aliran Tagmemik sangat tertarik untuk menganalisis bahasa yang belum dikenal. Analisis terhadap bahasa yang tidak dikenal atau sudah diketahui kaidahnya tidak begitu signifikan sebagai suatu temuan. Oleh karena itu para penguat alliran tagmemik rela berpayah-payah ke tempat yang jauh demi memburu bahasa yang belum pernah dijamah peneliti.

Analisis biasanya dilakukan dengan melalui tahap-tahap 1) Pengumpulan data, 2) Klasifikasi data berdasarkan tipe dan jenis dan penyusunan peta kerja, kadang-kadang, 3) diagram pohon, 4) Pembuatan rumus utama, 5) Penyusunan rumus bawahan, 6) Pembacaan rumus dan 7) identifikasi klas morfem.





Sources:

§  violetssenja19.blogspot.com

§  Harimurti Kridalaksana (2008). Kamus Linguistik (4ed.) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

ISBN 978-979-22-3570-8.

§  Soeparno (2008). Aliran Tagmemik: Teori, Analisis, dan Penerapan dalam Pembelajaran Bahasa. Yogyakarta: Tiara Wacana.

§  Pike, Kenneth L. (1982). Linguistik Concept. Penerjemah Kentjanawati Gunawan. Judul Konsep Linguistik: Pengantar Teori Tagmemik. 1992. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.