FUNGSI DAN KEDUDUKAN BAHASA



INDONESIA



TUJUAN PEMBELAJARAN



etelah selesai  mempelajari  kegiatan  belajar kedua, peserta diharapkan  dapat



Smenjelaskan tentang kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, perbedaan bahasa nasional dan bahasa negara, perbedaan bentuk dan fungsi bahasa nasional dan bahasa nasional, serta mampu menganalisis penggunaan bahasa Indonesia



dalam kehidupan sehari-hari  dalam kaitannya dengan kedudukan dan fungsinya.



MATERI POKOK:



·         Kedudukan bahasa Indonesia



·         Fungsi bahasa Indonesia



2.1.  Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia



Bahasa Indonesia selain memiliki fungsi sosial, juga memiliki fungsi politis. Fungsi sosial berkaitan dengan perannya sebagai media komunikasi. Berdasarkan fungsi sosialnya, bahasa Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut.



1.      Ekspresif, yakni untuk menggungkapkan gambaran, maksud ,gagasan, dan perasaan masyarakat penggunanya.



2.      Komunikasi, sebagai alat berinteraksi atau hubungan antarsesama dalam konteks Indonesia yang beragam suku, ras, agama, dan budaya.



3.      Kontrol sosial, untuk mengendalikan perilaku masyarakat penggunanya. contohnya tulisan “dilarang merokok” bahasa tersebu t berfungsi sebagai pengatur atau pengontrol

4.      Adaptasi, yakni membantu masyarakat penggunanya untuk mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi tertentu. Misalnya, apabila kita berada di wilayah atau daerah yang asing, kita dapat menggunakan bahasa Indonesia tersebut sebagai alat untuk adaptasi dengan lingkungan baru.

5.      Integrasi/pemersatu, bahwa bahasa-bahasa yang berbeda atau beraneka ragam dipersatukan oleh bahasa Nasional yang dapat dipakai di seluruh Indonesia yang menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat.

6.      Metalingual, adalah suatu fungsi di mana bahasa membahas dirinhya sendiri. Dalam hal ini, bahasa sebagai media untuk menganalisis sistem yang terdapat dalam bahasa itu sendiri. Sebagai contoh, bahasa Indonesia membicarakan tentang sistem morfologi atau sintaksis bahasa Indonesia itu sendiri.

7.      Fungsi phatic, bahwa bahasa digunakan untuk menyapa orang lain atau sekedar berbasa-basi.

8.      Fungsi puitik atau fungsi estetik, bahwa bahasa digunakan untuk mengekspresikan keindahan. Fungsi ini dapat kita temui dalam penggunaannya pada karya sastra maupun syair lagu.

Berkaitan dengan fungsi politis bahasa Indonesia, bahwa sesuai dengan ikrar Sumpah Pemuda 28 Oklober 1928 bahasa Melayu diangkat sebagai bahasa nasional. Sedangkan menurut UUD 45, Bab XV, Pasal 36 bahasa Indonesia dinyatakan sebagai bahasa negara. Hal ini berarti bahwa bahasa Indonesia mempunyai

kedudukan baik sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.

Yang dimaksud dengan kedudukan bahasa ialah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya, yang dirumuskan atas dasar nilai sosialnya. Sedang fungsi bahasa adalah nilai pemakaian bahasa tersebut di dalam kedudukan yang diberikan. Sesuai dengan hasil perumusan seminar politik bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada 25 s.d. 28 Februari 1975, dinyatakan bahwa

kedudukan        dan         fungsi         bahasa         Indonesia         sebagai         berikut.


2.2. Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Sehubungan dengan kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki empat fungsi. Keempat fungsi tersebut adalah sebagai berikut.

1.  Lambang identitas nasional.


2.      Lambang kebanggan nasional.

3.      Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda.

4.      Alat perhubungan antarbudaya dan daerah.


2.3.  Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara

Berkaitan dengan statusnya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi

sebagai berikut.

1.      Bahasa resmi negara.

2.      Bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan.

3.      Bahasa resmi dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan.

4.      Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi.

Keberhasilan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional maupun bahasa negara ditentukan oleh berbagai kondisi sosiologis. Hal-hal yang merupakan penentu keberhasilan pemilihan suatu bahasa sebagai bahasa negara apabila (1) bahasa tersebut dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara itu, (2) secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan (3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu. Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor (3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia.

Ketiga faktor di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya sebagai

bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita tidak merupakan persoalan. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Tuhan atas anugerah besar ini.


Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaran ialah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.

Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintahan diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia. Sehubungan dengan ini kita patut bangga terhadap presiden kita, Soeharto yang selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam situsi apa dan kapan pun selama beliau mengatasnamakan kepala negara atau pemerintah. Bagaimana dengan kita?

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bhasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar bahasa daerah anak didik yang bersangkutan. Hal ini dilakukan sampai kelas tiga Sekolah Dasar.

Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka materi pelajaran ynag berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan, sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknolologi (iptek). Mungkin pada saat mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar dengan bahasa Inggris.

Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca: masyarakat).


Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi,



bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan bahasa Bali? Tidak mungkin! Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai hubungan timbal-balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.





2.4.      Perbedaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi dari Segi Wujudnya



Apabila kita mendengarkan pidato sambutan Menteri Sosial dalm rangka peringatan Hari Hak-hak Asasi Manusia dan pidato sambutan Menteri Muda Urusan wanita dalam rangka peringatan Hari Ibu, misalnya, tentunya kita tidak menjumpai kalimat-kalimat yang disampaikan dalam bahasa daerah. Di sisi lain, pada waktu kita berkenalan dengan seseorang yang berasal dari daerah atau suku yang berbeda, kita tidak akan memakai kata-kata yang berasal dari bahasa daerah kita serta tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia. Apabila kita menginginkan tercapainya tujuan komunikasi, kita tidak akan menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh lawan bicara. Kita juga tidak akan menggunakan struktur-struktur kalimat yang membuat mereka kurang memahami maksudnya. Yang menjadi masalah sekarang ialah apakah ada perbedaan wujud antara bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, sebagaimana yang pernah juga kita lakukan pada saat berkenalan dengan seseorang dari daerah atau lain suku? Perbedaan secara khusus memang ada, misalnya penggunaan kosakata dan istilah. Hal ini disebabkan oleh lapangan pembicaraannya berbeda.Dalam lapangan politik diperlukan kosakata tertentu yang berbeda dengan kosakatayang diperlukan

dalam lapangan administrasi. Begitu juga dalam lapangan ekonomi,sosial, dan yang lain-lain. Akan tetapi, secara umum terdapat kesamaan. Semuanya menggunakan bahasa yang berciri baku.

Perbedaan dari Proses Terbentuknya

Secara implisit, perbedaan dilihat dari proses terbentuknya antara kedua kedudukan bahasa Indonesia, sebagai bahasa negara dan nasional, sebenarnya sudah terlihat di dalam uraian pada butir 1.2 dan 1.3. Akan tetapi, untuk mempertajamnya dapat ditelaah hal berikut. Sudah kita pahami pada uraian terdahulu bahwa latar belakang timbulnya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara jelas-jelas berbeda. Adanya kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional didorong oleh rasa persatuan bangsa Indonesia pada waktu itu. Putra-putra Indonesia sadar bahwa persatuan merupakan sesuatu yang mutlk untuk mewujudkan suatu kekuatan. Semboyan “Bersatu kita teguh bercerai kta runtuh” benar-bena r diresapi oleh mereka. Mereka juga sadar bahwa untuk mewujudkan persatuan perlu adanya saran yang menunjangnya. Dari sekian sarana penentu, yang tidak kalah pentingnya adalah srana komunikasi yang disebut bahasa. Dengan pertimbangan kesejarahan dan kondisi bahasa Indonesia yang lingua franca itu, maka ditentukanlah ia sebagai bahasa nasional.

Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi. Terbentuknya bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dilatarbelakangi oleh kondisi bahasa Indonesia itu sendiri yang secara geografis menyebar pemakiannya ke hampir seluruh wilayah Indonesia dan dikuasai oleh sebagian besar penduduknya. Di samping itu, pada saat itu bahasa Indonesia telah disepakati oleh pemakainya sebagai bahasa pemersatu bangsa, sehingga pada saat ditentukannya sebagai bahasa negara/resmi, seluruh pemakai bahasa Indonesia yang sekaligus sebagai penduduk Indonesia itu menerimanya dengan suara bulat. Dengan demikian jelaslah bahwa dualisme kedudukan bahasa Indonesia tersebut dilatarbelakangi oleh proses pembentukan yang berbeda.


Perbedaan dari Segi Fungsinya

Setelah kita menelaah uraian terdahulu, kita mengetahui bahwa fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional berbeda sekali dengan fungsi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Perbedan itu terlihat pada wilayah

pemakaian dan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi itu. Kapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi dipakai, kiranya sudah kita ketahui.

Yang menjadi masalah kita adalah perbedaan sehubungan dengn tanggung jawab kita terhadp pemakaian fungsi-fungsi itu. Apabila kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu, terdapat kaitan apa dengan kita? Kita berperan sebagai apa sehingga kita berkewajiban moralmenggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tertentu? Jawaban atas pertanyaan itulah yng membedakan tanggung jawab kita terhadap pemakaian fungsi-fungsi bahasa Indonesia baik dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional maupun sebagai bahasa negara/resmi.

Kita menggunakan sebagai bahasa negara/resmi dipakai sebagai alat penghubung antarsuku, misalnya, karena kita sebagai bangsa Indonesia yang hidup di wilayah tanah air Indonesia. Sehubungan dengan itu, apabila ada orang yang berbangsa lain yang menetap di wilayah Indonesia dan mahir berbahasa Indonesia, dia tidak mempunyai tanggung jawab moral untuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai fungsi tersebut.

Lain halnya dengan contoh berikut ini. Walaupun Ton Sin Hwan keturunan Cina, tetapi karena dia warga negara Indonesia dan secara kebetulan menjabat sebagai

Ketua Lembaga Bantuan Hukum, maka pada saat dia memberikan penataran kepada anggotanya berkewajiban moral untuk menggunakan bahasa Indonesia. Tidak perduli apakah dia lancar berbahasa Indonesia atau tidak. Tidak perduli apakah semua pengikutnya keturunan Cina yang berwarga negara Indonesia ataukah tidak.

Jadi seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai penghubung antarsuku,

karena dia berbangsa Indonesia yang menetap di wilayah Indonesia; sedangkan seseorang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, karena dia sebagai  warga  negara  Indonesia  yang  menjalankan  tugas-tugas  ‘pembangunan’ Indonesia.